Music

Kamis, 24 Januari 2013

Cerpen

    Siapa yang Salah?

      Aku seperti terjatuh di ketinggian yang tidak pernah aku ketahui bahwa ketika tersandung kedepan, disana adalah jurang. Perasaanku bermain genderang dengan kerasnya, bunyinya dag dig dug berpacu dengan jantung seperti masuk wahana adrenalin. Sebenarnya aku tidak mau membahasnya, bahkan menuliskannya dengan rangkaian kata yang aku tulis ini. Hanya saja, ada yang lain yang tidak bisa aku bungkam. Tentang perasaan. Waktu kita untuk saling menyelami pribadi masing-masing tidaklah sebentar. Bayangkan siapa yang rela jika akhirnya arti dari tiga tahun ini harus berpisah? Tidak akan ada yang rela, mungkin. Atau kamu yang rela? . Melepaskan memang cara terbaik untuk menemukan seseorang yang lebih baik dari yang pernah kita punya. Tapi bukan seperti itu. Aku meninggalkanmu seperti aku harus keluar dari zona nyamanku. Semua murni datang dari hati tanpa paksaan. Suatu saat, jika benar kamu memang bukan untukku saat ini, aku harap nanti kamu adalah jodohku. Dan jika kamu suatu saat nanti bukan jodohku, aku harap kamu –harus- menemukan seseorang yang lebih -segalanya- dari aku. Mungkin, pada akhirnya, tujuan kita sebelum menemukan orang yang terbaik untuk kita adalah,... kita dipertemukan  dulu  dengan orang yang kurang tepat untuk kita. Bagiku, jika kamu adalah orang yang kurang tepat, tapi kamu adalah orang yang kurang tepat yang pernah membahagiakan aku. Aku memang tidak sempurna, kamu pun begitu.  
      Aku adalah embun yang sudah tidak kuat bergelayut manja bertahan pada ujung daun. Setelah begini, akulah yang harus memutuskan, kemana aku harus melangkah. Waktu yang digunakan untuk mengambil suatu keputusan -itu sangat singkat- tidaklah seimbang dengan dampak - jangka panjang- yang akan kuterima nanti. Aku harus bagaimana? Rasanya pertanyaan itu berasal dari bayangan cerminku, untuk aku. 
Setiap hari, aku memikirkan cara yang tepat agar kita dapat berpisah dengan cara yang baik sama saat kita pertama kali sepakat membangun hubungan kita dengan cara yang baik. Aku tahu, dari status teman menjadi ‘status yang lebih dari teman’ itu mudah, tetapi jika dari ‘’status yang lebih dari teman' untuk menjadi status teman -lagi- itu sulit dan tentunya membutuhkan waktu. Obat penawar segala kesakitan adalah waktu. Tapi waktu tidak bisa menjamin bahwa kita benar-benar akan sembuh. Semuanya begitu penuh ketidakpastian. Apalagi akhir-akhir ini pikiranku selalu berawan dan menggumpal membentuk wajahmu. Aku benar-benar tidak mau mengakhiri semuanya dengan kata "berpisah". Namun, ada sosok lain yang menjadi benteng dan membuat aku harus berpikir untuk kesekian kalinya –lagi- tentang hubungan kita. Karena bagaimana pun, pastinya kamu akan lebih memilih dia dibandingkan memilih aku. Semua sikapku yang berbeda ini adalah celah untukmu agar kamu dapat berkata, "sebaiknya kita sampai disini saja". Tapi apa yang aku dengar dari mulutmu? Kamu hanya selalu bertanya, "kamu kenapa?".  Apa mungkin aku harus menjawab, “sebenarnya aku ingin berpisah denganmu tanpa menyakitimu”, bagaimana bisa, kan?
Kata berpisah itu adalah pisau kecil yang tak kalah tajamnya dengan gergaji besar kesombongan. Sekalinya saja terkena kedua benda tajam itu, kita pasti berdarah.
      Aku tidak mau memulai perpisahan itu. Aku hanya ingin kamu yang memulainya. Tapi kamu tidak pernah mengerti akan celah yang telah aku beri. Seberapa besarkah rasa sabarmu? Padahal aku tahu, kamu bukan malaikat. Lantas, kenapa kamu mau menjadi malaikat untukku? 
Ayolah, terima pesanku. Terima bahwa aku ingin berpisah denganmu bukan karena kemauanku. Ada sosok yang lain, yang menjagamu dan bilang bahwa aku adalah hanya mawar berduri untuk jarimu. Masih banyak bunga lain, selain mawar yang lebih aman untuk jarimu, katanya. 
     Dan ini, terakhir kali aku bilang, jika kamu dipaksa harus memilih, kamu pasti akan memilih dia. Maka terimalah pesanku, lupakan aku dan jangan tanya siapa yang salah. Bukan aku, kamu, dia, keadaan, waktu dan Tuhan yang salah. Lantas siapa? aku pun tidak tahu.

Rabu, 23 Januari 2013

Tahun ke dua


   Hidup aku memang tidak sempurna, tapi kamulah yang menyempurnakan hidupku.

Rabu, 16 Januari 2013

Belajar

"Orang yang masih ingin hidup adalah orang yang masih mau belajar dimanapun,    kapanpun selama hidupnya" 
Ibu Ani (Via -Fonny)

Sebenarnya,  kalimat bu Ani yang satu ini ingin aku tulis. Berhubung udah di tulis Fonny, ya sudah aku copy saja. Maaf ya Fon hehehe.

Akhir-akhir ini, aku sering banget liat film. Padahal ini lagi UAS. Ga ada gunanya sih, malah bikin wasting time. Tapi, meskipun begitu, aku selalu ngambil sisi positif dari film tersebut.
Caranya? . Salah satu unsur intrinsik dari film bagian amanatnya, aku simpulkan sendiri.
Setiap aku nonton film. Aku belajar banyak hal. Film yang awalnya kurang rame pun sering aku tonton. Kan, mungkin saja itu "awal" nya. Kalau lama kelamaan kan bisa aja aku terbawa alur ceritanya dan menikmati ceritanya sehingga yang terlihat "awal"nya kurang rame, bisa jadi rame.

Nih, aku mau cerita film You're the Apple of My Eyes. Film ini dari Taipe, baru kali ini aku tertarik sama fil luar yang notabenya bukan dari Eropa. Ceritanya menarik dan akhirnya mungkin tidak tertebak, atau buat yang udah sering nonton film mah malah udah tertebak. Terserah lah ya. Intinya sih, itu film bercerita tentang satu anak laki-laki badung yang suka sama cewe pinter. Gimana cara ngejarnya? Otomatislah harus pinter juga, gitu kan? ceritanya emang klasik banget kan? bahasa inggrisnya mah : this movie it si common.
Hahaha gaya pake bahasa inggris. Maklum... tadi abis UAS inggris.
Eits... tunggu dulu ! . Ceritanya emang biasa aja, tapi kalo di film itu, sentuhan akting dan alurnya ga biasa. Tahu kan gimana yang ga biasa? (biasalah skenario sutradara yang suka bikin cerita indh-indah). Terus apanya dong yang aku pelajarin dari film itu? .
Hehehe ..Itu pendapat aku loh.
Yang aku pelajarin itu banyak sekali. Apa? (Males ah ngasih taunya hahaha)

Selain nonton film Taipe, aku juga nonton film Suckseed sama Top Secret a.k.a The Billionare film dari Thailand.
Film Suckseed di liris tahun 2011. Menurut aku filmnya kocak banget. Dan ceritanya? Biasa aja sih. Jadi tentang apa?.
Oke, ceritanya itu tentang persahabatan yang bermimpi ingin jadi band rock terkenal dan kompliknya cuma gara-gara cewe. Klasik lagi kan? Umum banget ceritanya. Tapi skenarionya itu loh yang luar biasa jadi bikin tambah luar biasa karena di tunjang sama akting aktris dan aktornya. Tapi di banding fim You're the Apple of My Eyes, aku lebih suka film Suckseed. Film ini ga beda jauhlah sama kehidupan sehari-hari.
Kalo the Billionare gimana? 
Cari aja ya di mbah Google hahah.

Beneran nih, aku lagi males nulis. Jadi udahan aja ya... mau baca dulu Anatomi Fisiologi Manusia buat UAS besok.

Jadi apa intinya posting ini? Yah intinya sih, kalo menurut aku, setiap hal itu pasti ga ada yang sia-sia, ga ada yang ga bermanfaat kalo kita mikirnya ke arah positif buat dijadikan pelajaran. Belajar itu kan ga harus terus baca buku, ga harus terus melakukan hal yang orang lain anggap itu ga berguna, di balik apa pun termasuk wasting time kaya gini yang bukannya harus "belajar" buat UAS malah nonton film pasti ada manfaatnya. HAHAHAH.

NB : Meskipun aku tahu sih, kalo lagi UAS bukan saatnya nonton film. Nonton film itu ada saatnya, tapi bukan pas lagi UAS. Jadi kerjakanlah sesuatu hal yang PRIORITASNYA PENTING dulu, baru ke yang KURANG PENTING itu juga merupakan proses BELAJAR yang bijaksana dalam hidup.

Jumat, 04 Januari 2013

Thank You 2012, Welcome 2013

Meta Rahmadhani


Hanya (perlu dan masih) Yakin

        Semua orang pasti pernah punya mimpi. Begitu pun aku. Mimpiku katanya terlalu “abu”. Kadang aku pun merasa “blue”. Tapi setiap kali aku menenundukan kepala, bukan hanya ada mereka –orang-orang yang selalu meragukan mimpiku- tapi ada mereka juga yang menegakkan kepalaku dan berkata: “kamu pasti bisa”. Karena aku yakin, setiap orang pasti pernah mengalami hal yang sama dalam setiap perjalanan mengejar mimpinya –baik mendapatkan celaan, kritikan maupun pengucilan-. Hingga saat ini, aku masih merawat mimpiku. Sesulit apa pun rintangan di tahun baru 2013, “aku selalu mengatakan pada diriku, kalau yang lain bisa mengejar dan mendapatkan mimpi mereka, kenapa aku tidak?”. Kadang, mimpi yang aku jaga ini, cahayanya redup, entah kenapa, mungkin karena rutinitas dan kurangnya motivasi. Aku sadar, motivasi yang paling besar bukanlah dari luar sana, tapi dari sini, dari dalam diri kita sendiri, dan mereka?. Aku jadikan mereka yang selalu menegagkan kepalaku sebagai provokator hidupku yang selalu mengeluarkan pekikan penyemangat untuk aku ketika motivasi diriku tak begitu menggebu. Aku sering membuat naskah motivasiku, mengejarnya tentu perlu cara, selain berusaha dan berdoa, cara yang terakhir adalah aku hanya (perlu dan masih) yakin pada Tuhan, bahwa suatu saat nanti mimpiku akan turun, dia tidak menggantung lagi di langit karena telah aku genggam. Seperti di tahun 2012, satu mimpiku telah aku genggam, aku masuk salah satu perguruan tinggi yang aku inginkan. Dan aku sangat bersyukur.       
       Memang semua mimpiku belum berjatuhan di tahun kemarin, tapi aku sudah bilang: “aku bahkan kalian hanya (perlu dan masih) yakin bahwa Tuhan pasti akan menurunkan mimpi aku dan kalian, meskipun itu entah kapan”. Jika mimpi menjadi seorang penulis  yang aku idamkan dari dulu belum aku genggam, namun,  apa pun nanti jadinya aku, sekalipun bukan menjadi seorang penulis. Aku berharap aku tetap bisa menmbanggakan ibuku di jalan yang lain. Amien. Dan jika Tuhan telah menuliskan naskah skenario hidupku menjadi yang bukan seorang penulis, aku (perlu dan masih) yakin bahwa Tuhan pasti mempunyai cerita lain dalam naskahnya, bahwa jalan –yang bukan menjadi seorang penulislah- ini yang terbaik untukku. Aku selalu ingat perkataan orang yang menjadi provokator utama dalam hidupku, ibu, bahwa apa yang aku anggap baik untuk jalan hidupku, belum tentu baik menurut Tuhan, dan apa yang aku anggap buruk untuk jalan hidupku, bisa saja itu adalah hal yang terbaik untuk aku dari Tuhan. Aku berharap, sampai kapan pun, mereka –keluarga, sahabat dan teman- yang menjadi provokator yang selalu mempekikan semangat untukku, akan melakukan hal yang sama denganku, yaitu menjaga mimpi-mimpi mereka selama kita-sebagai manusia- masih di beri kesempatan untuk berada di dunia.       
        Dengan selalu bersyukur pun, kita pasti akan selalu merasa bahwa kita tidak pernah kekurangan segala apapun, meskipun banyak mimpi kita yang belum kita genggam. Nikmatilah hidup, dan berpikir bahwa seolah-olah hidup itu memang menyenangkan, meskipun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak bukan para pemimpi yang akhirnya dapat menggengam apa yang mereka mimpikan karena menikmati hidup? Seperti tokoh ikal di Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata, dan seperti tokoh 5 sahabat di 5cm-nya Doni Dirgantoro. Aku pun ingin seperti mereka berdua. Di balik semua mimpinya, dan kerasnya hidup, aku harus selalu bersyukur dan bukan hanya selalu memikirkan tentang “aku” tapi juga harus peduli sesama. Mungkin hal yang paling kecil yang aku lakukan sebagai tanda aku peduli pada sesama adalah aku juga harus menjadi provokator yang selalu mempekikan semangat.         
        Nah ini dia, kita boleh mengenal kata gagal dalam hidup, tapi kita jangan pernah merasa gagal dalam hidup, jika kita terus mencoba sampai kita bisa. Berharap boleh, bermimpi boleh. Selama itu gratis, kenapa tidak ?. Justru disitu manusia bisa bertahan hidup. Banyak sekali bukan manusia yang mengalami putus asa dan kecewa karena terlalu termantra oleh kata gagal. Dan akhirnya malah mengubur mimpi mereka. Padahal lebih sakit membunuh mimpi kita sendiri daripada melihat –kemungkinan- bahwa mimpi kita pasti terwujud –meskipun entah kapan-. Kalau pun tidak? Aku sudah bilang, ada “mimpi” Tuhan yang lain yang akan menjadi jalan yang terbaik untuk kita suatu saat nanti atau bahkan di tahun baru ini, kita hanya (masih dan perlu) yakin. Semoga.... Aamiin. :)

GagasMedia: http://gagasmedia.net
Gammara Leather: http://gammaraleather.com