Music

Minggu, 12 Agustus 2012

Bogor 2 Juli 2012 ditengah malam

Entah ada angin apa. Tiba-tiba aku terpikir tentang blog.

Satu pertanyaan yang jatuh dengan tanda tanya super besar. Apa tujuanku mempunyai blog? Sebenarnya mengembangkan minat menulislah, alasan dan tujuannya. Tapi, begitu banyak tulisan aku yang stuck di tengah atau bahkan mungkin diawal. Memang susah-susah gampang, dalam hal tulis menulis itu. Apalagi tentang inspirasinya. Isnpirasi itu seperti hantu. Datang dan pergi begitu saja. Kapan saja dan dimana saja.


 Tulisan juga, tidak selalu harus dari hati –curhatan-. Tapi, menurut pandangan aku, para penyair dan pujangga pun menulis dari hati. Hanya saja mereka menulis dari apa yang mereka lihat secara luas : sosial, politik, ekonomi, budaya, agama dan lebih dari itu, bukan selalu tentang cinta. Jadi tulisan mereka  tidak terlihat seperti curhat, karena diimbangi oleh logika mereka. -Bukan berarti yang menulis dari hati untuk curhat tak menggunakan logika loh. Namun, kurang seimbang saja menggunakan logika dan hati diantara keduanya-. Bahkan mereka tambahkan ramuan sihir mereka dalam mengolah kata-kata yang mereka tulis, sehingga para pembaca takjub dan tersihir dengan rangkain-rangkaian kalimat mereka yang luar biasa.


Nah, masalahnya, aku –terlihat- baru peduli hanya pada lingkungan aku saja, jadi terkesan apapun yang aku tulis seperti curhatan. Ya, entahlah apapun namanya, mau curhatan, ataupun bukan. Yang terpentinga hanya satu : aku menulis. Karena aku suka. Bagus atau tidaknya suatu tulisan adalah satu yang harus kita ingat, dimana kita tenggelam di dalam prosesnya. Menikmatinya. Dan itu lebih dari cukup.

Beberapa bulan yang lalu, sungguh aku tersentuh dengan satu judul “SESAAT UNTUK SELAMANYA” yang di tulis oleh Rini di blognya. Dia bercerita tentang seorang Bunda –yang baru dia kenal- yang mengingatkan dia pada Mamanya. Aku rasa, inilah tulisan yang seimbang. Tulisan yang menggerakan tangan dengan hati, dan memainkan kata dengan logika sehingga pesan yang disampaikannya pun aku terima dengan baik. Sungguh menarik. Betapa kuatnya cerita itu, hingga aku membacanya sampai dua kali. Kali pertama, saat aku sekedar ingin tahu apakah ada tulisan baru di blognya. Dan kali kedua, aku sengaja menyempatkan membacanya lagi. Kenapa? Karena aku merasa tak berbeda jauh dengannya. Yang kadang selalu berbeda pendapat dengan Ibu. Betapa pun seorang ibu tidak pernah –kurang- setuju dengan pilihan anaknya. Mungkin, karena mereka memiliki naluri dan beberapa alasan yang kuat yang kadang kita tidak –kurang- mengerti akan hal kekurang setujuaanya itu. Kadang juga, ada saja beberapa Ibu yang tidak –kurang- setuju dengan pilihan anaknya karena obsesinya. Aku pun sependapat dengan Rini, biasanya sinyal kata “terserah” dari seorang Ibu, yang kita tangkap adalah “jangan”. Memang benar, jika restu orang tua selalu mengiringi dalam kehidupan kita, segala sesuatunya pun akan lebih mudah. Maka dari itu, tak sedikit pula, mereka yang sukses adalah mereka yang selalu patuh menjatuhkan pilihan mereka sesuai dengan keinginan orang tua mereka. Entah itu untuk kemajuan anaknya atau hanya sekedar obsesi orang tuanya. Tak sedikit juga, banyak anak yang menuruti perintah orang tua, malah tersesat di tengah jalan pilihan orang tuanya. Kalau sudah begitu, anak menyesal dan orang tua pun tak mau disalahkan.

   Yang paling jelas, bagaimana pun orang tua kadang tidak –kurang – setuju dengan pilihan anaknya. Yang aku tahu, yang terpenting buat mereka adalah kita bahagia. Di balik ketidak setujuannya pun pasti di lima waktunya ketika mereka menghadap Tuhan, mereka selalu selipkan nama kita di doanya.

     Aku bersyukur, untuk yang satu ini, Beliau menyemangati aku. Doakan aku ya bu, apa pun nanti jadinya aku, sekalipun bukan menjadi seorang penulis. Aku tetap bisa menmbanggakan ibu di jalan yang lain. Amien 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar